Jakarta (ANTARA News) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai layanan bank tanpa kantor atau branchless banking dapat memperluas jaringan jasa keuangan hingga ke semua lapisan masyarakat.
"Percobaan branchless banking membuktikan jasa Teknologi Informasi dan komunikasi bisa memperluas jasa keuangan sehingga inklusi keuangan dapat dilakukan," kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad, di Jakarta, Kamis.
Pernyataan itu disampaikan Muliaman usai penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara OJK dan Kemenkominfo yang dilakukan Muliaman dan Menkominfo Tifatul Sembiring, di Jakarta, Kamis.
Muliaman mengatakan branchless banking selalu berkaitan dengan telekomunikasi dan tidak bisa dihindari kerja sama diantara bank dan perusahaan telekomunikasi.
Ia mengharapkan masing-masing bank tidak bekerja sendiri-sendiri dalam menjalin kerja sama dengan perusahaan telekomunikasi.
"Termasuk pengaturan rinci siapa agennya karena bank bertanggung jawab terhadap agennya," ujar Muliaman.
Ia mengatakan regulasi branchless bankingdiharapkan bisa diselesaikan pada akhir tahun 2014 sehingga kegiatannya bisa diimplementasikan dalam skala luas dan berdampak signifikan pada jasa keuangan.
Menurut dia, branchless banking berkaitan erat dengan Teknologi Informasi dan OJK sudah berbicara dengan perusahaan telekomunikasi untuk mendukung upaya lembaga tersebut.
"Kami pertimbangkan akan banyak pesertanya (branchless banking) dan akhir tahun bisa diluncurkan agar dampaknya lebih besar," katanya.
Muliaman menegaskan bank harus memiliki konsep yang jelas terhadap mitigasi risiko dalam menjalankan branchless banking.
sumber http://www.antaranews.com/berita/439890/ojk-branchless-banking-perluas-jasa-keuangan
Kamis, 19 Juni 2014
TPID dan Risiko Inflasi
Pada tanggal 19 Juni 2014, 24 (dua puluh empat) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di seluruh Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta, menyelenggarakan Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) di Jakarta. Rakorwil tersebut bertujuan untuk merumuskan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengantisipasi potensi lonjakan kenaikan harga pangan memasuki Ramadhan dan Idul Fitri serta menghadapi risiko tekanan inflasi ke depan. Acara yang mengambil tema “Menjaga Stabilitas Harga Pangan dan Kelancaran Logistik Pangan melalui Kerjasama antar Daerah” ini menyimpulkan dan menyepakati 5 (lima) hal strategis.
Pertama, TPID mendorong langkah-langkah untuk menjamin ketersediaan dan mengendalikan keterjangkauan kedepan harga pangan selama Ramadhan dan Idul Fitri 1435 H. Langkah pertama adalah dengan mengintensifkan pertukaran informasi ketersediaan pasokan dan atau harga pangan secara harian sejak H-5 Ramadhan hingga H+5 Ramadhan. Langkah kedua, mengintensifkan pemantauan lapangan terhadap ketersediaan pasokan pangan dan menyelenggarakan pasar murah atau sejenisnya dan operasi pasar bila diperlukan. Langkah ketiga, meningkatkan kelancaran distribusi bahan pangan selama periode H-5 Ramadhan hingga H+5 Ramadhan, khususnya dari daerah sentra produksi ke daerah konsumen, bekerjasama dengan instansi-instansi terkait. Langkah keempat, mempercepat perbaikan jalur distribusi bahan pangan. Langkah kelima, meningkatkan frekuensi dan kuantitas pemberian informasi tentang kecukupan pasokan dan harga pangan kepada masyarakat melalui saluran media massa di masing-masing daerah. Dan terakhir adalah melakukan komunikasi dengan pelaku usaha melalui asosiasi-asosiasi usaha.
Kedua, TPID melakukan langkah-langkah untuk menjaga kontinuitas produksi dan ketersediaan pasokan pangan di tengah potensi terjadinya El Nino dengan: Langkah pertama adalah meminta kepada Kementerian Pertanian untuk menjamin ketersediaan benih, pupuk, serta sarana dan prasarana produksi. Kedua, mengoptimalkan peran penyuluh pertanian di lapangan dalam mengantisipasi El Nino. Ketiga, meningkatkan alokasi APBD untuk mendorong produksi dan ketahanan pangan antara lain melalui pemberian subsidi, hibah, dan bantuan. Keempat, memperluas kerja sama Government to Government (G to G) dan Business to Business (B to B), baik antar Provinsi DKI Jakarta-Jawa Barat-Banten maupun dengan daerah sentra produksi lainnya guna menjamin kesinambungan pasokan pangan. Terakhir, mendorong peran Bulog yang lebih kuat untuk menjamin ketersediaan pasokan pangan.
Ketiga, TPID dalam jangka menengah panjang mendorong peningkatan efisiensi distribusi bahan pangan terutama dari daerah sentra produksi ke daerah konsumen. Peningkatan efisiensi distribusi difokuskan pada pengembangan moda angkutan berbasis kereta api. Selain itu, perlu dilakukan upaya untuk memperluas sentra distribusi pangan yang dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat.
Keempat, TPID mengupayakan pengayaan data dan informasi terkait produksi, konsumsi, dan pasokan pangan di setiap daerah melalui penyusunan Neraca Bahan Makanan (NBM) sebagai dasar penentuan kebijakan pangan di daerah.
Kelima, TPID menghimbau Pemerintah Pusat agar dalam melakukan penyesuaian tarif komoditas strategis dan atau administered prices lainnya, memperhatikan aspek ketepatan waktu, khususnya dengan menghindari momen khusus seperti Puasa dan Lebaran.
http://www.bi.go.id/id/ruang-media/info-terbaru/Pages/TPID-dan-Risiko-Inflasi-kedepan-190614.aspx
Pertama, TPID mendorong langkah-langkah untuk menjamin ketersediaan dan mengendalikan keterjangkauan kedepan harga pangan selama Ramadhan dan Idul Fitri 1435 H. Langkah pertama adalah dengan mengintensifkan pertukaran informasi ketersediaan pasokan dan atau harga pangan secara harian sejak H-5 Ramadhan hingga H+5 Ramadhan. Langkah kedua, mengintensifkan pemantauan lapangan terhadap ketersediaan pasokan pangan dan menyelenggarakan pasar murah atau sejenisnya dan operasi pasar bila diperlukan. Langkah ketiga, meningkatkan kelancaran distribusi bahan pangan selama periode H-5 Ramadhan hingga H+5 Ramadhan, khususnya dari daerah sentra produksi ke daerah konsumen, bekerjasama dengan instansi-instansi terkait. Langkah keempat, mempercepat perbaikan jalur distribusi bahan pangan. Langkah kelima, meningkatkan frekuensi dan kuantitas pemberian informasi tentang kecukupan pasokan dan harga pangan kepada masyarakat melalui saluran media massa di masing-masing daerah. Dan terakhir adalah melakukan komunikasi dengan pelaku usaha melalui asosiasi-asosiasi usaha.
Kedua, TPID melakukan langkah-langkah untuk menjaga kontinuitas produksi dan ketersediaan pasokan pangan di tengah potensi terjadinya El Nino dengan: Langkah pertama adalah meminta kepada Kementerian Pertanian untuk menjamin ketersediaan benih, pupuk, serta sarana dan prasarana produksi. Kedua, mengoptimalkan peran penyuluh pertanian di lapangan dalam mengantisipasi El Nino. Ketiga, meningkatkan alokasi APBD untuk mendorong produksi dan ketahanan pangan antara lain melalui pemberian subsidi, hibah, dan bantuan. Keempat, memperluas kerja sama Government to Government (G to G) dan Business to Business (B to B), baik antar Provinsi DKI Jakarta-Jawa Barat-Banten maupun dengan daerah sentra produksi lainnya guna menjamin kesinambungan pasokan pangan. Terakhir, mendorong peran Bulog yang lebih kuat untuk menjamin ketersediaan pasokan pangan.
Ketiga, TPID dalam jangka menengah panjang mendorong peningkatan efisiensi distribusi bahan pangan terutama dari daerah sentra produksi ke daerah konsumen. Peningkatan efisiensi distribusi difokuskan pada pengembangan moda angkutan berbasis kereta api. Selain itu, perlu dilakukan upaya untuk memperluas sentra distribusi pangan yang dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat.
Keempat, TPID mengupayakan pengayaan data dan informasi terkait produksi, konsumsi, dan pasokan pangan di setiap daerah melalui penyusunan Neraca Bahan Makanan (NBM) sebagai dasar penentuan kebijakan pangan di daerah.
Kelima, TPID menghimbau Pemerintah Pusat agar dalam melakukan penyesuaian tarif komoditas strategis dan atau administered prices lainnya, memperhatikan aspek ketepatan waktu, khususnya dengan menghindari momen khusus seperti Puasa dan Lebaran.
http://www.bi.go.id/id/ruang-media/info-terbaru/Pages/TPID-dan-Risiko-Inflasi-kedepan-190614.aspx
Teknologi Sistem Informasi (TSI) Perbankan.
Penerapan teknologi komputer dan telekomunikasi di perbankan (selanjutnya disebut teknologi sistem informasi perbankan dan disingkat TSI Perbankan) merupakan fenomena yang berkembang sangat luas dan cepat di perbankan nasional. Istilah ini mengacu ke ketentuan mengenai penggunaan Teknologi Sistem Informasi (TSI) oleh bank yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Keberhasilan bank akan sangat ditentukan kualitas kinerja TSI, yang akan terus dikembangkan secara luas untuk memenuhi kepentingan bisnis bank dan nasabahnya. Kecenderungan proses otomatisasi ini akan terus berlanjut di tahun-tahun mendatang, seiring dengan perkembangan perbankan nasional sebagai lembaga kepercayaan masyarakat dalam menjalankan fungsi sebagai perantara keuangan (financial intermediary).
A.) PERKEMBANGAN TEKNOLOGI KOMPUTER DI PERBANKAN
Semakin majunya teknologi di dunia transaksi perbankanpun mulai mengunakan teknologi berbasis komputer untuk mempermudah transaksi dengan nasabah. yang tadinya melayani nasabah dengan harus bertemu / nasabah datang ke cabang2 bank yang disediakan oleh bank yang dia gunakan untuk menabung/infertasi menjadi lebih mudah karena bank mulai mengunakan teknoligi berbasis komputer dan sekarang sudah bisa mengakses lewat internet bahkan dengan mobile “HP” dengan SMS sudah banyak diterapkan bank.
Dalam dunia perbankan, perkembangan teknologi informasi membuat para perusahaan mengubah strategi bisnis dengan menempatkan teknologi sebagai unsur utama dalam proses inovasi produk dan jasa seperti :
- Adanya transaksi berupa Transfer uang via mobile maupun via teller.
- Adanya ATM ( Auto Teller Machine ) pengambilan uang secara cash secara 24 jam.
- Penggunaan Database di bank – bank.
- Sinkronisasi data – data pada Kantor Cabang dengan Kantor Pusat Bank.
Dengan adanya jaringan computer hubungan atau komunikasi kita dengan klien jadi lebih hemat, efisien dan cepat. Contohnya : email, teleconference. Sedangkan di rumah dapat berkomunikasi dengan pengguna lain untuk menjalin silaturahmi (chatting), dan sebagai hiburan dapat digunakan untuk bermain game online, sharing file. Apabila kita mempunyai lebih dari satu komputer, kita bisa terhubung dengan internet melalui satu jaringan. Contohnya seperti di warnet atau rumah yang memiliki banyak kamar dan terdapat setiap komputer di dalamnya.
Pada dunia perbankan, perkembangan teknologi informasi membuat para perusahaan mengubah strategi bisnis dengan menempatkan teknologi sebagai unsur utama dalam proses inovasi produk dan jasa. Seperti halnya pelayanan electronic transaction (e-banking) melalui ATM, phone banking dan Internet Banking misalnya, merupakan bentuk-bentuk baru dari pelayanan bank yang mengubah pelayanan transaksi manual menjadi pelayanan transaksi yang berdasarkan teknologi.
B.) KRITERIA PEMILIHAN TEKNOLOGI PERANGKAT LUNAK PERBANKAN
Lembaga keuangan di Indonesia, termasuk bank, sudah lebih cepat dan intensif dibandingkan sector atau jenis industri lainnya dalam menerapkan teknologi computer dalam memberikan pelayanannya ke nasabah. Jasa-jas ini meliputi pembayaran komputerisasi (pemindahan dana melalui computer dengan fasilitas jaringan komunikasi datanya); jasa penyetoran dan pengambilan dana secara otomatis melalui ATM atau berbagai jenis kartu plastic; homebanking dan internet banking serta fasilitas pelayanan lainnya. Beberapa contoh jenis teknologi computer tersebut diantaranya mesin Automated Teller Machine (ATM), berbagai jenis kartu kredit, Point of sales (POS), electronic fund transfer system, dan otomatisasi kliring.
Fungsi teknologi informasi (TI) telah mengalami perubahan dan perkembangan pesat pada decade terakhir ini. Fungsi TI yang semakin khusus mendorong setiap bank untuk membentuk bagian, departemen, atau unit kerja khusus tersendiri. Walaupun struktur tersebut tergantung pada berbagai factor misalnya skla bisnis dan beban kerja, tetapi unit kerja tersebut mencerminkan 2 aspek kegiatan yaitu aspek pengembangan teknologi dan aspek operasionalnya.
Fasilitas pengolahan data yang tersedia di bank saat ini merupakan hasil kemajuan teknologi dan kebutuhan untuk menjalankan operasi secara sistematis dan baik sesuai dengan aliran masuk dan keluar dana bank. Fasilitas tersebut berfungsi untuk menangani, memilih, menghitung, menyusun, melaporkan, dan mengirimkan informasi. Jadi penggunaan TI di bank dimaksud adalah untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan data kegiatan usaha perbankan sehingga dapat memberikan hasil yang akurat, benar, tepat waktu, dan dapat menjamin kerahasiaan informasi (sesuai peraturan Bank Indonesia).
Fungsi TSI yang tepat tidak terlepas dari criteria pemilihan jenis teknologi yang akan digunakan oleh bank. Sistem aplikasi computer yang digunakan di bidang perbankan harus bisa mengakomodasikan semua kebutuhan bank dan sesuai dengan ketentuan otoritas moneter (salam hal ini adalah Bank Indonesia). Hal ini memerlukan pemilihan software computer mengingat jenis software yang ada dan ditawarkan di pasar relative banyak. Secara umum pemilihan ini berdasarkan kesesuaian antara kapasita bank dengan fasilitas atau kemampuan software yang akan dipilih sehingga investasi yang telah dikeluarkan benar-benar efektif dan memberikan nilai tambah terhadap bank. Sebagai contoh, Bank yang kapasitasnya relative kecil, misalnya Bank Perkreditan Rakyat atau BPR kurang relevan bila menggunakan system aplikasi computer yang menyediakan fasilitas transaksi dalam valuta asing atau pengelolaan giro. Hal ini menginbgat bahwa BPR tidak boleh melakukan transaksi dalam valuta asing dan tidak ikut dalam lalu lintas pembayaran giral. Penggunaan software tersebut menjadi tidak efisien dan biaya investasinya lebih besar dibandingkan dengan nilai tambah yang dihasilkannya. Kriteria pemilihan software computer perbankan yang baik sesuai dengan kebutuhan bank secara umum berdasarkan pertimbangan-pertimbangan berikut:
1. Kemampuan dokumentasi atau Penyimpanan Data
Jenis dan klasifikasi data bank yang relative banyak harus bisa ditampung oleh software yang akan digunakan, termasuk pertimbangan segi keamanan datanya. Jumlah nasabah serta frekuensi dan jumlah transaksi harian yang besar memerlukan memory computer yang besar, selain memerlukan kecepatan prosesor yang tinggi juga. Sebagai contoh BPR kurang efisien jika menggunakan mesin besar, misalnya AS/400 dalm operasionalnya karena kapasitas dan cakupan geografis BPR biasanya relative kecil.
2. Keluwesan (Flexibility)
Operasional bank selalu berkembang dengan kebutuhan yang berubah-ubah dan mungkin bertambah di kemudian hari walaupun informasi dasarnya tetap sama. Kondisi ini harus bisa diantisipasi oleh perangkat lunak computer sampai batas-batas tertentu. Setiap bank mempunyai system dan prosedur yang mungkin berbeda meskipun data atau informasi dasar yang diolahnya sama. Perangkat lunak computer yang fleksibel dapat digunakan oleh dua bank yang kapasitasnya sama tetapi system dan prosedurnya berbeda.
3. Sistem Keamanan
Sebagai lembaga kepercayaan masyarakat (agent of trusth), bank memerlukan system keamanan yang handal untuk menjaga kerahasiaan data atau keuangan nasabah; serta mencegah penyalahgunaan data atau keuangan oleh pihak lain yang tidak bertanggung jawab. Software computer perbankan yang baik harus menyediakan fasilitas pengendalian dan pengamanan tersebut.
4. Kemudahan penggunaan (user friendly)
Pengertian mudah dioperasikan bukan berarti setiap pemakai (user) bisa mengakses ke software tersebut tetapi petugas yang memang mempunyai kewenangan mudah mengoperasikan proses yang menjadi tanggung jawabnya. Tahap input, proses, dan output yang dilakukan pada software tersebut tidak menjadi penghambat dalam kegiatan perbankan secara keseluruhan. System aplikasi computer yang baik bahkan dapat mendeteksi kesalahan pengoperasian yaitu dengan memberikan error message dan memberikan petunjuk pemecahan masalahnya.
5. Sistem Pelaporan (Reporting system)
Data atau informasi yang dibutuhkan harus bisa disajikan dalam bentuk yang jelas dan mudah dimengerti. Bank memerlukan laporan-laporan yang lengkap dan jelas tersebut terutama dalam proses pemeriksaan (audit) atau penyajian laporan yang bisa dimengerti oleh pihak-pihak yang berkempentingan dengan harapan keuangan setiap bank menjadi lebih transparan dan bisa dipertanggungjawabkan.
6. Aspek Pemeliharaan
Kinerja software perbankan diharapkan relative stabil selama bank beroperasi. Kondisi ini memerlukan aspek pemeliharaaan yang baik, dalam arti secara teknis tidak sulit dilakukan dan tidak membutuhkan biaya yang relative mahal. Pemeliharaan ini juga menyangkut pergantian atau perbaikan teknis peralatan dan modifikasi atau pengembangan software.
7. Source Code
Software perbankan biasanya merupakan program paket yang sudah di-compile sehingga menjadi excecutable file. File program tersebut relative tidak bisa dirubah atau dimodifikasi seandainya bank menginginkan perubahan atau fasilitas tambahan dari software tersebut. Kondisi ini bisa diatasi jika pihak bank mempunyai dan memahami software tersevut dalam bentuk bahasa pemrograman aslinya atau source code.
C.) STRUKTUR INFORMASI DAN HUBUNGAN ANTAR SUB SISTEM APLIKASI BANK
Fungsi teknologi informasi di sector keuangan, termasuk perbankan secara umum adalah untuk meningkatkan daya saing bank yang ditunjukkan dengan kecepatan, ketepatan, efisiensi, produktifitas, validitas dan pelayanan yang semakin meningkat. Peningkatan kinerja dan saya saing bank tersebut dimungkinkan dengan keberadaan teknologi informasi yang bias berfungsi sebagai media yang bias melakukan transaksi, mencakup wilayah geografis yang luas, analisis data, otomatisasi operasional bank, penyedian informasi, memproses kegiatan bank secara sekuensial, pengelolaan pengetahuan berbasis teknologi, serta fungsi disintermediasi yang memungkinkan pihak bank dan nasabahnya seolah-olah tidak ada penghalang dalam memenuhi kebutuhannya masing-masing.
Konsep front office yang lebih mendekati sisi nasabah dan konsep back office yang lebih mendekati sisi bank sebagai lembaga keungan yang harus mencatat, mendokumentasikan, dan atau mempublikasikan informasi keuangan, menyebabkan system aplikasi perbankan terdiri dari sub-sub system yang saling berkaitan sesuai dengan tahap-tahap pemrosesan dan jenis-jenis data keuangan.
sumber :
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/teknologi-sistem-informasi-tsi-perbankan/
Banyak Bank di Indonesia Bukan Jaminan Hebat di ASEAN
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menurut Bank Indonesia (BI), terdapat bank yang hadir memberikan pelayanan kredit pembiayaan mencapai 120 bank. Angka tersebut sudah termasuk bank BUMN dan BUMD.
Kepala ekonom Bank Negara Indonesia (BNI) Ryan Kiryanto menilai, meski ada 120 bank di Indonesia, namun rasio kredit dan deposit terhadap PDB hanya di kisaran 30 persen. Angka tersebut masih sangat jauh dibanding Malaysia yang 100 persen.
"Akses finansial Indonesia masih jauh tertinggal, walaupun dari segi jumlah bank yang beroperasi, Indonesia termasuk yang terbanyak di ASEAN," ujar Ryan kepada wartawan di Jakarta, Kamis (19/6/2014).
Ryan pun mengaku, di antara negara-negara ASEAN, Singapura, Thailand dan Malaysia memiliki integrasi perbankan dan akses finansial relatif lebih baik dari Indonesia. Salah satu penyebabnya, adanya kesenjangan dalam pertumbuhan ekonomi dan perkembangan infrastruktur di mana pertumbuhan di Indonesia hanya berpusat pada beberapa wilayah saja, seperti di Jawa.
Namun demikian, rendahnya akses finansial tersebut juga menunjukkan masih besarnya potensi pengembangan industri perbankan di Indonesia.
"Untuk negara seperti Singapura yang relatif sudah jenuh, perkembangan industri perbankan di negara sendiri tentu sudah sangat terbatas sehingga bank-bank di Singapura harus melirik pasar lain seperti salah satunya adalah pasar Indonesia," papar Ryan.
sumber " http://www.tribunnews.com/bisnis/2014/06/19/banyak-bank-di-indonesia-bukan-jaminan-hebat-di- ASEAN "
Kepala ekonom Bank Negara Indonesia (BNI) Ryan Kiryanto menilai, meski ada 120 bank di Indonesia, namun rasio kredit dan deposit terhadap PDB hanya di kisaran 30 persen. Angka tersebut masih sangat jauh dibanding Malaysia yang 100 persen.
"Akses finansial Indonesia masih jauh tertinggal, walaupun dari segi jumlah bank yang beroperasi, Indonesia termasuk yang terbanyak di ASEAN," ujar Ryan kepada wartawan di Jakarta, Kamis (19/6/2014).
Ryan pun mengaku, di antara negara-negara ASEAN, Singapura, Thailand dan Malaysia memiliki integrasi perbankan dan akses finansial relatif lebih baik dari Indonesia. Salah satu penyebabnya, adanya kesenjangan dalam pertumbuhan ekonomi dan perkembangan infrastruktur di mana pertumbuhan di Indonesia hanya berpusat pada beberapa wilayah saja, seperti di Jawa.
Namun demikian, rendahnya akses finansial tersebut juga menunjukkan masih besarnya potensi pengembangan industri perbankan di Indonesia.
"Untuk negara seperti Singapura yang relatif sudah jenuh, perkembangan industri perbankan di negara sendiri tentu sudah sangat terbatas sehingga bank-bank di Singapura harus melirik pasar lain seperti salah satunya adalah pasar Indonesia," papar Ryan.
sumber " http://www.tribunnews.com/bisnis/2014/06/19/banyak-bank-di-indonesia-bukan-jaminan-hebat-di- ASEAN "
Rabu, 11 Juni 2014
Penilaian Kesehatan Bank
Sebagaimana layaknya manusia, di mana kesehatan merupakan hal yang paling penting di dalam kehidupannya. Tubuh yang sehat akan meningkatkan kemampuan kerja dan kemampuan lainnya. Begitu pula dengan perbankan harus selalu dinilai kesehatannya agar tetap prima dalam melayani para nasabahnya.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa bank yang sehat adalah bank yang dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik. Dengan kata lain, bank yang sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran lalu lintas pembayaran serta dapat digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan berbagai kebijakannya, terutama kebijakan moneter. Dengan menjalankan fungsi-fungsi tersebut diharapkan dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat serta bermanfaat bagi perekonomian secara keseluruhan.
Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik, bank harus mempunyai modal yang cukup, menjaga kualitas asetnya dengan baik, dikelola dengan baik dan dioperasikan berdasarkan prinsip kehati-hatian, menghasilkan keuntungan yang cukup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, serta memelihara likuiditasnya sehingga dapat memenuhi kewajibannya setiap saat. Selain itu, suatu bank harus senantiasa memenuhi berbagai ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan, yang pada dasarnya berupa berbagai ketentuan yang mengacu pada prinsip-prinsip kehati-hatian di bidang perbankan.
Untuk menilai suatu kesehatan bank dapat dilihat dari berbagai segi. Penilaian ini bertujuan untuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat, cukup sehat, kurang sehat dan tidak sehat sehingga Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina bank-bank dapat memberikan arahan atau petunjuk bagaimana bank tersebut harus dijalankan atau bahkan dihentikan kegiatan operasinya.
Ukuran untuk melakukan penilaian kesehatan bank telah ditentukan oleh Bank Indonesia. Kepada bank-bank diharuskan membuat laporan baik yang bersifat rutin ataupun secara berkala mengenai seleuruh aktivitasnya dalam suatu periode tertentu.
Penilaian kesehatan bank dilakukan setiap tahun, apakah ada peningkatan atau penurunan. Bagi bank yang kesehatannya terus meningkat tidak jadi masalah, karena itulah yang diharapkan dan supaya dipertahankan terus kesehatannya. Akan tetapi, bagi bank terus-menerus tidak sehat, mungkin harus mendapat pengarahan atau sangsi dari Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina bank-bank.
Bank Indonesia dapat saja menyarankan untuk melakukan perubahan manajemen, merger, konsolidasi, atau malah dilikuidasi keberadaannya jika memang sudah parah kondisi bank tersebut.
Perbedaan penilaian tingkat kesehatan antara bank umum dan BPR hanya pada bobot masing-masing faktor CAMEL. Pelaksanaan penilaian selanjutnya dilakukan sama tanpa ada pembedaan antara bank umum dan BPR. Dalam uraian berikut, yang dimaksud dengan penilaian bank adalah penilaian bank umum dan BPR.
Dalam tabel di atas terdapat perbedaan anatara bank umum dan bpr dalam prosentase nya, yaitu antara permodalan bank umum 25% dan BPR 30% itu di karenakan dalam BPR memiliki resiko yang cukup tinggi di banding bank umum BPR dikatakan lembaga keuangan bank, karena di izinkan mengumpulkan dana dalam bentuk deposito. Hanya saja karena tidak di izinkan dalam proses kliring, maka BPR tidak terlibat dalam proses penciptaan uang. Karenaya kegiatan intermediasi yang dilakukan BPR tidak mempengaruhi jumlah uang yang beredar. BPR dikatakan lembaga keuangan mikro, karena prioritas utama pelayanannya adalah individu dan atau pengusaha skala kecil (UKM). Sedangkan bank umum biasa di gunakan dalam perekonomian negara atau untuk skala kalangan atas.lalu kualiatas menejement bank umum 25% dan BPR 20% ,terletak pada sumber daya manusianya atau SDM. Para pekerja di bank umum tentulah memiliki spesifikasi persyaratan bagi pegawainya walau pun setiap bank juga mempunyao dasar – dasar persyaratan untuk pegawai atau pekerjanya.
Dalam melakukan penilaian atas tingkat kesehatan bank pada dasarnya dilakukan dengan pendekatan kualitatif atas berbagai faktor yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu bank. Pendekatan tersebut dilakukan dengan menilai faktor-faktor permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas dan likuiditas.
Pada tahap awal penilaian tingkat kesehatan suatu bank dilakukan dengan melakukan kuantifikasi atas komponen dari masing-masing factor tersebut. Faktor dan komponen tersebut selanjutnya diberi suatu bobot sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap kesehatan suatu bank.
Selanjutnya, penilaian faktor dan komponen dilakukan dengan system kredit yang dinyatakan dalam nilai kredit antara 0 sampai 100. Hasil penilaian atas dasar bobot dan nilai kredit selanjutnya dikurangi dengan nilai kredit atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang lain yang sanksinya dikaitkan dengan tingkat kesehatan bank.
Berdasarkan kuantifikasi atas komponen-komponen sebagaimana diuraikan di atas, selanjutnya masih dievaluasi lagi dengan memperhatikan informasi dan aspek-aspek lain yang secara materiil dapat berpengaruh terhadap perkembangan masing-masing faktor. Pada akhirnya, akan diperoleh suatu angka yang dapat menentukan predikat tingkat kesehatan bank, yaitu Sehat, Cukup Sehat, Kurang Sehat dan Tidak Sehat.
Penilaian untuk menentukan kondisi suatu bank biasanya menggunakan analisis CAMELS yaitu :
1. Penilaian Capital
2. Penilaian Asset
3. Penilaian management
4. Penilaian Earning
5. Penilaian Liquidity
6. Penilaian sensitivity
http://adnanand.blogspot.com/2013/04/tingkat-kesehatan-bank.html
Langganan:
Postingan (Atom)